Menghajikan Istri dengan Shalat Dhuha [Kisah Nyata]
Berikut ini adalah kisah nyata dari Bapak Trimo, Tangerang Banten. Meskipun penampilannya sederhana dengan tubuh kurus dan rambut pendek, namun dibalik itu ada asa yang tinggi yaitu untuk membahagiakan istri dan keluarga. Beliau sehari-hari, bekerja menjadi pengangkut sampah yang bertugas mengambil sampah dari rumah ke rumah. Dari pekerjaannya sebagai tukang sampah, mungkin menurut kita rasanya tidak mungkin jika dia mampu membiayai istrinya naik haji.
Tetapi Allah menaburkan rejeki bukan pada jenis pekerjaannya, melainkan pada kehendak-Nya sendiri serta pada akhtiar yang dilakukan oleh manusia.
Lebih jelasnya, kita ikuti penuturan Trimo di bawah ini.
Saya menikah dengan Jumroh, istri saya, pada tahun 1988. Harapan saya sewaktu berumah tangga tidaklah muluk-muluk. Saya pengen bahagia, bisa menyenangkan istri, keluarga dan orang tua. Pada tahun 1999 kami pindah ke daerah Cirendeu, Tangerang, Banten. Di sana, kami ngontrak sebuah tanah yang kemudian di atasnya kami bangun rumah papan.
Sejak di Cirendeu saya mulai bekerja menjadi pengumpul sampah. Kebetulan ada sekitar 30 rumah yang saya bersihkan bak sampahnya setiap hari. Sebagai tukang sampah, memang berat menjalani pekerjaan itu. Setiap hari bergulat dengan bau.
Apalagi kalau sudah datang musim hujan. Sampah-sampah itu terasa berat sekali karena bercampur dengan air. Belum lagi baunya yang tambah menyengat. Bahkan tidak jarang saya merasa mudah capek kalau harus mengangkut sampah di musim hujan.
Awalnya sempat saya berpikir kenapa saya harus bekerja seperti ini. Tetapi setelah saya pikir ulang lagi saya akhirnya sadar bahwa tidak ada pekerjaan lain yang bisa saya lakukan. Saya tidak memiliki keahlian apa-apa lagi. Maka apa pun keadaannya, saya terima saja pekerjaan itu dengan tabah.
Sempat juga saya merasa malu dengan pekerjaan saya itu. Bagaimana tidak merasa malu kalau setiap hari saya harus berpakaian kumal, bau, berkeringat dan seperti terhina saja. Pagi-pagi harus menarik gerobak sementara orang lain malah bersantai. Saya merasa benar-benar tak berdaya ketika sampah yang harus saya angkut ternyata ada bangkainya, entah bangkai tikus, kucing atau binatang lainnya.
Tetapi saya berjanji untuk tidak menyerah dan mengeluh. Dengan dasar kemauan yang kuat, niat ibadah serta demi anak istri agar mereka tidak kelaparan, akhirnya saya bisa bertahan dengan pekerjaan itu. Saya sadar bahwa sebenarnya tidak ada pekerjaan yang enak. Karena itulah saya berusaha untuk tidak mengeluh dan menyerah.
Hal yang paling membahagiakan saya adalah ketika saya berhasil memberangkatkan istri saya naik haji. Saya tidak menduga bahwa dengan bekerja menjadi tukang pengangkut sampah akhirnya saya mampu memberangkatkan istri naik haji. Ini semua berkat karunia Allah kepada saya. Atas karunia itu, tidak hanya saya, para tetanggapun banyak yang tidak menyangka. Ada yang bertanya apa rahasia saya sehingga mampu membiayai ongkos naik haji istri.
Seingat saya tidak ada rahasia lain kecuali bekerja keras, berdoa dan mungkin juga karena shalat dhuha yang selama ini saya jaga betul. Saya biasa bekerja pagi-pagi. Jam dua siang sudah selesai. Sehabis maghrib, biasanya ada saja orang yang memanggil saya untuk minta dipijit. Jadi, selain bekerja mengangkut sampah, saya juga bekerja memijit orang. Dalam satu bulan, penghasilan saya bisa dibilang besar. Sekitar 800 ribu. Uang itu selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, biaya anak sekolah dan selebihnya ditabung.
Setelah satu tahun, istri saya bilang kalau dia sudah mengumpulkan uang untuk ongkos naik haji.
Tapi belum cukup. Saat itu istri saya bilang kalau saat itu uang yang terkumpul sudah sebesar dua puluh jutaan. Saya sendiri kaget, dari mana uang itu. Tapi istri saya memang hemat orangnya. Sejak dia mengutarakan keinginannya naik haji, dia rajin sekali menabung. Uang yang saya berikan tidak semuanya dipergunakan untuk belanja, melainkan disisihkan untuk ditabung.
Saat istri saya mengatakan kalau dia sudah punya tabungan sekitar dua puluh jutaan, saya benar-benar berniat untuk giat bekerja dan berdoa. Shalat dhuha saya semakin dijaga dan memohon kepada Allah agar cita-cita istri saya terkabul. Ternyata Allah benar-benar mengabulkan doa saya.
Sejak saya menjaga betul shalat dhuha saya dan giat bekerja, rizki saya benar-benar dimudahkan. Hampir tiap malam ada saja orang yang membutuhkan jasa saya untuk dipijit. Dan akhirnya, satu tahun kemudian uang untuk naik haji sudah terkumpul dan cukup. Bahkan saya masih sempat menyisihkan harta itu untuk dizakati. Alhamdulillah.
Itulah pengalaman saya yang paling berkesan. Allah memang tidak memandang pekerjaan seseorang.
Jika orang rajin beribadah dan bekerja, insya Allah semuanya akan dimudahkan
Sahabat, untuk mencapai suatu keinginan, selain giat bekerja keras dan berdoa, kita membutuhkan kesabaran. Kesabaran untuk menjalani step by step menuju cita-cita dan keinginan.
Read more: http://www.resensi.net/menghajikan-istri-dengan-shalat-dhuha-kisah-nyata/2013/10/#ixzz2qAzA2u9v
Tidak ada komentar:
Posting Komentar